Wednesday, May 7, 2008

KAPAN PROVINSI FLORES DIBENTUK?




Fidel Hardjo

NTT saat ini dinilai terlalu luas. Pengawasan, pengendalian, dan pelayanan atas peyelenggaraan struktur pemerintahan tidak pernah berjalan efektif (Cyber Kompas,8/3/2007). Salah satu wilayah NTT yang perlu dan pantas dimekar adalah provinsi Flores (Flores-Lembata).
Gerakan pemekaran provinsi Flores sudah ada sejak tahun 1958. Itu berati usianya hampir setua dengan usia kemerdekaan republik ini. Impian ini terkatung-katung begitu lama. Aspirasi ini "muncul tenggelam" tanpa terealisir. Ini yang membuat kita tertinggal dengan provinsi lain.
Sangat ironis! Ketika beberapa daerah di provinsi lain di wilayah republik ini seperti Tapanuli, Gorontalo, Papua, Maluku berhasil dimekar menjadi provinsi otonomi. Padahal, secara konseptual gerakan pemekaran mereka, baru muncul setelah orde baru dan orde reformasi lahir.
Kapan provinsi Flores dibentuk? Jangan terlalu lama berpangku tangan. Mari kita hidupkan kembali aspirasi pemekaran provinsi Flores. Aspiratif publik yang sudah lama terkubur ini perlu direalisir secepatnya.
Pemekaran Flores menjadi provinsi bukan semata-mata rekayasa social-politis (social-politic engineering). Ketakutan dan kecurigaan warga nonpolitisian yang berlebihan atas rekayasa social-politis di balik spirit pemekaran provinsi Flores juga tidak proposional.
Konstruksi dasar pemekaran provinsi Flores lebih merupakan proyeksi idealisme masyarakat grassroot akan mimpi sebuah kehidupan yang lebih baik, bonum cummune. Terutama ketika penanganan masalah kemiskinan, pendidikan, transportasi dan pemberdayaan civil society yang masih jauh dari harapan (Kompas16/6/2003).
Lihat saja kenyataan di Flores dan Lembata. Contohnya, jalan raya provinsi dari ujung barat sampai ke ujung timur pulau Flores sangat amburadul, lobang sana-sini. Sangat sedih! Belum lagi, jalan kabupaten masuk pedesaan pasti lebih "kacau" lagi.
Bukankah masyarakat Flores-Lembata mempunyai hak untuk menikmati kehidupan yang lebih baik, seperti apa yang dialami oleh saudara-saudarinya di provinsi lain? Persoalannya, mengapa pembentukan provinsi Flores begitu lamban dan stagnan?
Kelambanan pemekaran provinsi Flores merupakan ulah kaum opurtunis-politis yang ingin menunggang aspirasi pemekaran ini dengan perebutan kekuasaan yang tidak sehat. Interese privasi elite politik terlalu dominan. Mereka lupa menangkap aspirasi rakyat.
"Kecolongan" elite politik ini telah menyebabkan misinterpretasi misi fundamental pemekaran daerah. Akibat fatal adalah upaya pemekaran mengalami titik buntu. Munculnya aneka kecurigaan dan keputusasaan baik dari jalur masyarakat maupun institusi pemerintahan itu sendiri.
Hakikat dasar pemekaran adalah proses merevitalisasi percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat yang lebih terfokus dan efektif. Beberapa provinsi lain di Indonesia justru mampu menginternalisasi dan menangkap peluang pemekaran ini sebagai blessing disguise dalam menata kehidupan daerah mereka lebih efektif dan efesiensi. Mereka sangat berhasil.
Sementara kita orang Flores-Lembata mundur ribuan langkah ke belakang. Bayangkan, pemekaran provinsi belum terbentuk tapi para elite politik sudah sibuk dengan polemik siapa gubernurnya, di mana rumah jabatannya, mobil dinasnya, dan masih banyak "tetek bengek infantil" yang lain. Kendatipun demikian, masih banyak orang yang berjuang tanpa ada intensi negatip dalam tekad perjuangan pemekaran ini.
Pemekaran provinsi Flores merupakan aspirasi perjuangan “wong cilik”. Suara orang kecil ketika kultur kemiskinan sulit dipisahkan. Ketika urusan transportasi, pendidikan, listrik, air minum, pemasaran bagi masyarakat susah dijangkaui. Kemiskinan rakyat bukan harga mati. Potensialitas untuk ke luar dari kemiskinan selalu ada solusinya. Tinggal kegesitan dan kepekaan kita untuk membaca realitas dan menangkap momentum yang tepat.
Bagi masyarakat Flores dan Lembata, inilah momentum yang tepat. Kita menata kondisi kehidupan ekonomis dan politis lokal lebih baik, dengan mempercepatkan pemekaran provinsi Flores. Apalagi, baru beberapa bulan yang lalu, Presiden SBY telah menyaksikan sendiri kondisi riil di NTT umumnya dan Flores pada khususnya.
Sekurang-kurangnya, ketika desakan kita mengalir ke pusat, Presiden SBY sudah ada bayangan riil tentang Flores. Kita menargetkan agar sebelum presiden SBY turun dari kursi presidennya tahun 2009, Flores sudah harus menjadi provinsi definitip atau paling kurang sudah ada dalam pembahasan Komisi II DPR pusat.
Optimisme pemekaran provinsi Flores sangat kuat, baik pada level nasional maupun lokal. Sekarang, kita tingggal menanti desakan responsif dan co-operatif aktual masyarakat Flores dan Lembata. Aspek solidaritas dan optimisme selalu menjadi fondasi idealisme pemekaran provinsi ini. Sebab bukan tidak mungkin perjuangan pemekaran ini tanpa ada masalah dan tantangan.
Ingat, kendala yang sama, juga dialami oleh provinsi lain, di awal aspirasi pemekaran mereka. Contohnya, konflik internal di provinsi Tapanuli ketika gerakan pemekaran bergulir justru pemerintah daerah tidak memberi rekomendasi. Belum lagi kondisi di Papua. Masyarakat tidak ingin pemekaran tapi pemerintahan eksekutif pusat justru mendesak adanya pemekaran.
Masalah dan tantangan internal dan eksternal biasa terjadi. Cuma pergolakan ini harus selalu diinterpretasi sebagai kontribusi positip dalam proses pemurnian intensionalitas pemekaran daerah dan bukan sebaliknya.
Kalau kita berpikir jeli dan menangkap realitas di masyarakat, sebenarnya tak ada persoalan yang lebih signifikan pemekaran provinsi Flores. Pada tingkat eksekutif provinsi NTT justru memfasilitasi aspirasi ini dengan antusias (NTT Online,18/1/2007). Cuma persoalan internal sekunder masyarakat Flores-Lembata yang berbau politis lokal masih kental.
Pertama, tarik ulur kepentingan antara elite politik terutama para elite politik yang masih "kecantol" dengan isu primodialistik dan individulistik perlu dilucuti. Termasuk pergolakan pemilihan kota propinsi (Cyber Kompas,21/5/2001).
Tidak perlu dibahas secara bertele-tele soal pemilihan kota provinsi. Prinsip dasarnya adalah kota pusat provinsi mesti strategis dalam aspek aministratif, komunikatif dan transportasi. Kalau kita mau jujur (pendapat pribadi saya), Maumere adalah kota yang tepat dan layak untuk mendapat previlese kota provinsi Flores karena kota hidup, komunikatif dan fasilitatif.
Hanya, sekarang tergantung kerelaan pemerintah Sikka untuk menyikapi aspirasi ini. Kita juga mengharapkan dukungan politis setiap kabupaten se-Flores-Lembata untuk meringankan langkah positip pemekaran provinsi Flores.
Kedua, munculnya pesimisme yang biasanya tampil lewat kritikan profetis pihak gereja atau lembaga sosial lainnya. Kita butuh orang seperti ini. Gejolak pesimisme "kaum awam" tentu beralasan. Dasar substansial pesimisme pihak luar lebih merupakan "awasan moral" kepada para elite politik agar jangan sekali-kali mengunakan "kesempatan dalam kesempitan".
Pemekaran provinsi Flores bukan moment investasi kekuasaan ataupun popularitas pribadi. Misi luhur kita adalah upaya memaksimalkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Flores-Lembata. Oleh karena itu, tugas para elite politik sekarang adalah menjembatani semua aspirasi dari poros bawa, termasuk mendengarkan suara gereja lokal Flores sebagai fondasi awal kemajuan masyarakat Flores dari dulu sampai sekarang.
Ketiga, kecemasan faktor SDA dan SDM. Maturitas pemekaran Flores menjadi provinsi definitip tentu tidak perlu diragukan. Aset daerah, hampir 67 persen dari product domestic regional brutto (PDRB) NTT justru kontribusi dari Flores-Lembata (Kompas16/6/2003). Faktor sumber daya manusia bukan masalah primer.
Kehadiran beberapa sekolah dan perguruan tinggi katolik dan negeri yang tersebar di Flores dan Lembata menjadi aktor kunci pemberdayaan civil society masyarakat provinsi Flores ke depan. Kita mengharapkan, agar kerjasama pemerintah dan pihak gereja ke depan semakin terpola dan lebih terstruktur.
Keempat, jaringan network (Koordinasi Perjuangan Pembentukan Provinsi Flores (KP3F) yang memfasilitasi aspirasi pemekaran belum solid. Paling utama adalah rekonsilidasi komisi pemekaran di setiap kabupaten di Flores dan Lembata lalu pada tingkat provinsi dan bergerak ke pusat harus lebih kredibel dan solid.
Singkatnya, kita butuh perjuangan esktra tanpa pamrih. Pemerintah tidak bisa berjalan sendirian. Upaya pemekaran ini mengharapkan bantuan suport gereja, lembaga sosial dan organisasi masyarakat, mahasiswa, pelajar dan masyarakat Flores-Lembata itu sendiri.
Oleh karena itu, mari kita tekadkan niat, satukan hati untuk mempercepat gerakan pemekaran provinsi Flores. Nasib provinsi Flores ada di tangan kita. Mengapa daerah kecil saja di provinsi lain bisa menjadi provinsi?
Apalagi Flores-Lembata dengan 1,7 juta jiwa penduduk dan memiliki sejuta kekayaan serta keluasan wilayah yang sangat dasyat. Kapan lagi provinsi Flores dibentuk kalau bukan sekarang dan siapa lagi kalau bukan kita. Vivat provinsi Flores!

*Penulis, staf Televisi TBN Asia tinggal di Manila

(Dimuat Pos Kupang, 2007)

0 comments: